Ziarah
kubur merupakan perkara yang bisa mengingatkan seseorang tentang kematian dan
negeri akhirat. Namun pada praktik pelaksanaan oleh kaum muslimin, ziarah kubur
ini bisa tercampur dengan bidah, apalagi syirik akbar. Oleh karena itu, tulisan
singkat ini menjelaskan bagaimanakah agar ziarah kubur itu sesuai dengan
syariat nabi Muhammad SAW
Berikut 3 Jenis Ziarah Kubur
Pertama, ziarah kubur yang disyariatkan
Ziarah kubur itu disyariatkan apabila
diniatkan untuk mengingat kematian dan juga merenungkan negeri akhirat. Hal ini
berdasarkan hadis yang diriwayatkan dari sahabat Buraidah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
قَدْ
كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ القُبُورِ، فَقَدْ أُذِنَ لِمُحَمَّدٍ فِي
زِيَارَةِ قَبْرِ أُمِّهِ، فَزُورُوهَا فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الآخِرَةَ
“Saya pernah melarang kalian
berziarah kubur. Sekarang telah diizinkan untuk Muhammad menziarahi makam
ibunya, maka berziarahlah, karena (berziarah kubur itu) dapat mengingatkan
akhirat.” (HR.
Tirmidzi no. 1054, dinilai sahih oleh Al-Albani).
Disyariatkan pula untuk mengucapkan
salam untuk ahli kubur. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan dari sahabat Abu
Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam keluar menuju
pemakaman, kemudian mengatakan,
السَّلَامُ
عَلَيْكُمْ دَارَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ، وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ
لَاحِقُونَ
“ASSALAAMU ‘ALAIKUM DAARA
QAUMIN MUKMINIIN, WA INNAA INSYAA ALLAAHU BIKUM LAAHIQUUN” (Semoga keselamatan
terlimpah kepada kalian wahai penghuni kampung kaum mukminin. Sesungguhnya
insya Allah kami akan menyusul kalian)” (HR. Abu Dawud no.
3237, An-Nasa’i no. 150, dan Ibnu Majah no. 4306, dinilai sahih oleh
Al-Albani).
Ziarah kubur juga disyariatkan
ketika seseorang tidak perlu melakukan safar (perjalanan jauh) demi berziarah
kubur. Hal ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan dari sahabat Abu
Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لَا
تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ
وَمَسْجِدِ الرَّسُولِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَسْجِدِ الْأَقْصَى
“Tidaklah boleh mengadakan
perjalanan (dengan tujuan ibadah) kecuali untuk mengunjungi tiga masjid, Masjidil
Haram, Masjid Rasul Shallallahu ‘alaihi wasallam (Masjid Nabawi), dan Masjidil
Aqsha” (HR.
Bukhari no. 1189 dan Muslim no. 1397).
Perbuatan
ini dilarang untuk menutup jalan keburukan agar kaum muslimin tidak
mengultuskan, mengistimewakan, atau mengeramatkan tempat-tempat tertentu,
termasuk makam orang saleh, untuk beribadah dan mencari berkah di sana. Karena
ketika seseorang meyakini bahwa suatu makam itu keramat atau istimewa, maka dia
akan berdoa meminta-minta kepada penghuni kubur. Hal ini termasuk dalam syirik
akbar, sebagaimana yang akan dijelaskan dalam poin yang ketiga.
Ziarah kubur juga akan sesuai
dengan syariat apabila selama berziarah kubur, seseorang tidak melakukan
berbagai ucapan dan perbuatan yang dilarang oleh syariat. Hal ini berdasarkan
hadis yang diriwayatkan dari sahabat Buraidah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
وَنَهَيْتُكُمْ
عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ، فَمَنْ أَرَادَ أَنْ يَزُورَ فَلْيَزُرْ، وَلَا
تَقُولُوا هُجْرًا
“Dan aku juga pernah melarang
kalian berziarah kubur. Barangsiapa yang ingin berziarah, maka berziarahlah dan
jangan mengucapkan kata-kata kotor” (HR. An-Nasa’i no. 2033,
dinilai sahih oleh Al-Albani).
“Hujr” dalam hadis tersebut memiliki makna
perkataan-perkataan yang batil.
Ziarah
kubur akan sesuai dengan tuntunan syariat apabila seseorang tidak melakukan
hal-hal yang akan menjadikan ziarah kubur tersebut menjadi ziarah kubur yang
bidah atau syirik, sebagaimana penjelasan selanjutnya di bawah ini.
Kedua, ziarah kubur yang bidah
Ziarah kubur termasuk bidah apabila
seseorang meniatkan ziarah kubur untuk berdoa kepada Allah Ta’ala dengan meyakini bahwa apabila berdoa di
sisi makam orang tertentu, akan lebih besar kemungkinan dikabulkan oleh
Allah Ta’ala. Atau seseorang berziarah kubur agar bisa
bertawassul dengan penghuni kubur ketika berdoa kepada Allah Ta’ala. Ziarah kubur juga termasuk bidah ketika
diniatkan untuk beribadah kepada Allah Ta’ala di sisi
makam, baik dengan berzikir, iktikaf, atau membaca Al-Qur’an, dengan meyakini
bahwa beribadah kepada Allah Ta’ala di sisi
makam itu lebih afdal dan lebih banyak pahalanya. Keyakinan-keyakinan semacam
ini, tidak memiliki landasan dalil dari syariat.
Diriwayatkan dari ibunda ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ
عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barang siapa yang mengerjakan
suatu amal yang tidak ada tuntunannya dari kami, maka amal tersebut tertolak.” (HR. Bukhari no. 2697 dan
Muslim no. 1718)
Dalam riwayat yang lain,
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ
أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barang siapa yang mengada-adakan sesuatu dalam urusan (agama) ini yang bukan dari kami, maka amal tersebut tertolak.” (HR. Muslim no. 1718)
Dari sahabat ‘Irbadh bin
Sariyah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
فَعَلَيْكُمْ
بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ، تَمَسَّكُوا
بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ
الْأُمُورِ، فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
“Hendaklah kalian berpegang
dengan sunahku, sunah para khalifah yang lurus dan mendapat petunjuk, berpegang
teguhlah dengannya dan gigitlah dengan gigi geraham. Jauhilah oleh kalian
perkara-perkara baru (dalam urusan agama), sebab setiap perkara yang baru
adalah bidah dan setaip bidah adalah sesat” (HR. Abu Dawud no. 4607,
Tirmidzi no. 2676, Ibnu Majah no. 42, dinilai sahih oleh Al-Albani).
Ketiga, ziarah kubur yang syirik
Ziarah kubur termasuk kesyirikan
ketika peziarah berdoa meminta langsung kepada penghuni kubur, bukan kepada
Allah Ta’ala. Ini termasuk syirik akbar yang bisa
mengeluarkan seseorang dari Islam.
Terdapat banyak dalil dalam masalah
ini, di antaranya firman Allah Ta’ala,
وَمَن
يَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَهاً آخَرَ لَا بُرْهَانَ لَهُ بِهِ فَإِنَّمَا حِسَابُهُ
عِندَ رَبِّهِ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الْكَافِرُونَ
“Dan barang siapa menyembah
tuhan yang lain di samping Allah, padahal tidak ada suatu dalil pun baginya
tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Tuhannya. Sesungguhnya
orang-orang yang kafir itu tiada beruntung” (QS. Al-Mu’minuun: 117).
Allah Ta’ala berfirman,
وَلاَ
تَدْعُ مِن دُونِ اللّهِ مَا لاَ يَنفَعُكَ وَلاَ يَضُرُّكَ فَإِن فَعَلْتَ
فَإِنَّكَ إِذاً مِّنَ الظَّالِمِينَ وَإِن يَمْسَسْكَ اللّهُ بِضُرٍّ فَلاَ
كَاشِفَ لَهُ إِلاَّ هُوَ وَإِن يُرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلاَ رَآدَّ لِفَضْلِهِ
يُصَيبُ بِهِ مَن يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَهُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
“Dan janganlah kamu menyembah
apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudarat kepadamu
selain Allah. Sebab apabila kamu berbuat (yang demikian) itu, maka sesungguhnya
kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim. Apabila Allah menimpakan
sesuatu kemudaratan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya
kecuali Dia. Dan apabila Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tidak ada
yang dapat menolak karunia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang
dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang” (QS.
Yunus: 106-107).
Juga firman Allah Ta’ala,
إِنَّ
اللّهَ لاَ يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَاءُ
وَمَن يُشْرِكْ بِاللّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْماً عَظِيماً
“Sesungguhnya Allah tidak akan
mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari
(syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang
mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar” (QS. An-Nisa’: 48).
Demikian penjelasan singkat ini, semoga bermanfaat. Dan semoga aktivitas ziarah kubur yang kita lakukan menjadi aktivitas ibadah yang sesuai dengan tuntunan syariat, dan tidak terjatuh ke dalam bidah, apalagi syirik akbar.
Foto by NU.or.id |
Sumber | : | muslim.or.id |
Penulis | : | M. Saifudin Hakim |