Ibnu Ishaq dalam As-Sirah an-Nabawiyyah yang diterjemahkan Ali Nurdin, menceritakan sebuah riwayat mengenai pendeta (rahib) asal Bushra, Syam bernama Buhaira yang mengetahui kenabian Muhammad saat berjumpa dengannya.
Dalam kitab Adab Bizantium disebutkan, Buhaira adalah seorang rahib yang menganut aliran Airus Nasthuri, dan ia mengingkari Lahut al-Masih (Ketuhanan al-Masih, dan menyatakan bahwa penamaannya dengan sebutan tuhan tidak diperbolehkan.Menurut sejumlah peneliti, pertemuan antara Abu Thalib dan Muhammad dengan rahib atau pendeta Buhaira itu terjadi di dalam kuil pendeta Buhaira yang ada di Busra. Di tempat ini, terdapat sebuah tempat ibadah (gereja) yang diyakini banyak orang sebagai gereja Buhaira. Tempat tersebut berada di dekat kawasan Roman Theatre, yang dibangun pada masa pemerintah Romawi (Rum), oleh kaisar Julianus pada tahun 513-512 sebelum Masehi (SM).
Hanafi al-Mahlawi dalam bukunya Al-Amakin Al-Masyhurah Fi hayati Muhammad SAW (Harum Semerbak Tempat-tempat yang Dikunjungi Rasulullah SAW), menjelaskan, Rasul SAW pernah dua kali mengunjungi Syam, pertama saat bertemu dengan pendeta Buhaira, dan kedua ketika mengabarkan kemenangan Islam kepada penduduk setempat, sekitar tahun kelima kenabian.
Kisah bermula ketika Abu Thalib, paman Nabi SAW, hendak berangkat ke Syam bersama kafilah dagang. Saat persiapan keberangkatan, Muhammad SAW yang berusia belia ingin ikut. Umur beliau sekitar sembilan, atau sepuluh, atau dua belas, berdasarkan riwayat yang berbeda.
Hati Abu Thalib pun luluh. Ia berkata kurang lebih, "Demi Allah, aku akan membawanya pergi. Ia tidak akan berpisah denganku dan aku juga takkan meninggalkannya." Setelahnya ia pergi dengan membawa keponakannya itu.
Tibalah rombongan dagang di Bushra, wilayah Syam. Di sana dikenal seorang pendeta yang senang menyendiri dan tak pernah keluar dari biaranya sejak menjadi diangkat rahib. Ia menjadi rujukan ilmu bagi pemeluk ajaran Nasrani, dan mereka mempelajari ilmu agama darinya. Namanya Buhaira.
Banyak dari kalangan dagang Quraisy yang kerap mampir di tempat itu. Tetapi pendeta Buhaira tak pernah bicara dengan mereka, bahkan menampakkan diri sekali pun, kepada mereka.
Pada tahun itu, saat kafilah dagang Abu Thalib menepi di dekat biara, Buhaira telah menyiapkan banyak hidangan. Diduga karena sesuatu yang ia lihat dari dalam biara. Di mana ada yang meyakini bahwa saat Muhammad SAW berjalan di antara rombongan, ia melihat ada awan yang menaungi kawanan itu.
Mereka pun singgah dan bernaung di bawah pohon terletak dekat biara. Buhaira sekali lagi menyaksikan awan menaungi pohon tersebut, dan dahan-dahannya merunduk di atas Muhammad SAW sehingga beliau bisa berteduh.
Kemudian Buhaira turun dari biaranya, dan mengutus seseorang untuk menemui kelompok dagang itu seraya berpesan, "Saudara-saudara Quraisy, aku sudah menyiapkan makanan untuk kalian. Aku ingin kalian semua hadir tanpa kecuali; anak kecil, orang dewasa, hamba sahaya, ataupun orang merdeka."
Seorang dari rombongan terheran dan bertanya, "Demi Allah, wahai Buhaira, hari ini engkau benar-benar berbeda. Apa yang kau lakukan pada kami? Kami sudah sering melewati tempatmu, tetapi hari ini mengapa sikapmu berbeda?"
Buhaira menjawab, "Engkau benar. Apa yang kau katakan memang sesuai dengan kenyataan. Namun, kalian semua adalah tamuku. Aku ingin menghormati kalian dan membuat makanan untuk kalian. Karena itu, kuharap kalian semua memakannya."
Akhirnya seluruh kafilah dagang berkumpul di biara. Dan hanya Muhammad SAW yang tidak ikut lantaran usianya masih anak-anak. Beliau memilih untuk menunggu dan menjaga di dekat tunggangan mereka di bawah pohon itu.
Ketika Buhaira mengamati mereka, ia tidak menemukan sifat-sifat yang dilihatnya tadi dalam rombongan. Maka ia mengatakan, "Saudara-saudara Quraisy, tak boleh ada seorang pun yang tertinggal dari menyantap makanan yang kupersiapkan."
Mereka berujar, "Wahai Buhaira, tidak seorang pun tertinggal untuk mendatangimu, kecuali seorang anak yang paling muda usianya. Ia tetap berada di kendaraan."
Buhaira berkata, "Jangan lakukan hal itu, ajaklah anak itu. Ia harus ikut bersama kalian menyantap makanan ini."
Seorang dari mereka mengucap, "Demi Lata dan Uzza, betapa aib bagi kami jika putra Abdullah bin Abdil Muththalib tidak ikut menyantap bersama kami."
Orang itu pun keluar untuk memanggil Muhammad SAW, dan diajaklah beliau agar bergabung bersama rombongan.
Lantas Buhaira memperhatikan Muhammad SAW secara diam-diam. Ia mengamati seluruh tubuhnya anak belia tersebut, hingga ia mendapati tanda kenabian pada diri Muhammad SAW kecil.
Setelah menyantap makanan, rombongan dagang itu berpencar. Kemudian Buhaira mendekati Muhammad SAW sambil bertanya, "Nak, demi Lata dan Uzza aku akan bertanya kepadamu, dan engkau harus menjawab pertanyaanku."
Mendengar rahib itu mengucap nama berhala "Lata dan Uzza", Muhammad SAW menjawab, "Janganlah engkau bertanya kepadaku atas nama Lata dan Uzza. Demi Allah, tidak ada yang paling kubenci selain keduanya."
Buhaira berkata, "Demi Allah, hendaknya engkau menjawab pertanyaan-pertanyaanku." Muhammad SAW menjawab, "Silakan bertanya."
Pendeta itu pun menanyakan segala hal yang ingin diketahuinya. Muhammad SAW menjawab semua pertanyaannya, dan ternyata jawaban yang diberikannya sesuai dengan sifat-sifat kenabian.
Akhirnya Buhaira memeriksa punggung Muhammad SAW. Ia menyaksikan ada stempel kenabian antara kedua bahunya seperti bekas bekam, persis di tempat yang diketahuinya.
Setelah mencermati Muhammad SAW selesai, Buhaira bertanya kepada Abu Thalib. Ia bertanya, "Anak siapa ini?" Abu Thalib menjawab, "Dia anakku."
Buhaira menentang, "Ia bukan anakmu. Tidak mungkin anak ini punya seorang ayah yang masih hidup." Abu Thalib membenarkan, "Memang, ia anak saudaraku."
Buhaira bertanya kembali, "Apa yang dilakukan ayahnya?" Abu Thalib mengatakan, "Ia sudah meninggal saat ibunya mengandung anak ini."
Rahib itu berujar, "Engkau benar. Sebaiknya engkau segera membawa keponakanmu ini kembali ke negerimu. Dan berhati-hatilah terhadap orang Yahudi."
"Demi Allah, kalau sampai mereka melihat anak ini dan mengetahui apa yang kuketahui, mereka akan melakukan sesuatu yang buruk terhadapnya. Sungguh, keponakanmu ini akan memiliki kedudukan yang agung. Sekarang, pulanglah cepat-cepat ke negerimu." ungkap Buhaira.
Selesainya urusan dagang di Syam, Abu Thalib langsung membawa Muhammad SAW pulang ke Makkah.
Dikatakan ada tiga orang Ahli Kitab; Zurair, Tammam, dan Daris menyaksikan Muhammad SAW sebagaimana yang dilihat oleh Buhaira ketika perjalanannya bersama Abu Thalib. Dan mereka pun menginginkan Muhammad SAW, tetapi Buhaira mencegahnya sembari mengingatkan mereka akan Allah SWT. Kemudian mereka membiarkannya.
Begitulah Muhammad SAW yang kemudian tumbuh menjadi pemuda yang berada dalam perlindungan dan pemeliharaan Allah SWT. Dia memeliharanya dari noda kaum jahiliyah karena menghendaki kehormatan dan kerasulan untuknya kelak di masa dewasa.
Beliau menjadi orang yang baik kepribadiannya, bagus akhlaknya, mulia garis keturunannya, tinggi kesantunannya, benar bicaranya, agung amanahnya, dan paling jauh dari kekejian dan perangai tercela. Hal itu merupakan bentuk penyucian dan penghormatan. Sehingga tak heran Muhammad SAW diberi gelar Al-Amin (orang terpercaya).
Pohon Sahabi Yang Menaungi Rasulullah Saat Bertemu Pendeta Nasrani
Tiga pakar tafsir dan sejarah, Ibn Hisham, Ibn Sa'd al-Baghdadi, dan Muhammad Ibn Jarir al-Tabari, menceritakan kisah pendeta Buhaira yang bertemu dengan Nabi Muhammad kecil. Saat itu usia Nabi Muhammad sekitar 9 atau 12 tahun. Nabi Muhammad sedang bersama pamannya, Abu Thalib, dan rombongan pedagang Quraisy dalam perjalanan untuk berdagang ke negara Syam.
Dalam perjalanan, rombongan bertemu dengan Buhaira. Buhaira kemudian mengajak rombongan tersebut beristirahat sejenak di bawah pohon besar nan rindang. Sebelumnya memang Buhaira sudah merasakan firasat akan bertemu dengan seorang nabi terakhir.
Diperhatikannya masing-masing tamu. Namun tak satupun di antara mereka yang memiliki tanda-tanda mukjizat. Ternyata masih ada satu anggota rombongan yang tidak ikut masuk ke tempat Bahira. Nabi Muhammad kecil diminta menunggu di bawah pohon untuk menjaga unta-unta.
Buhaira melihat ranting-ranting pohon menunduk berusaha menutupi Nabi Muhammad dari terik panas matahari. Di samping itu, awan juga selalu memayungi Nabi Muhammad dari terik sinar matahari selama perjalanan.
Buhaira pun memberitahu Abu Thalib bahwa ada tanda-tanda kenabian pada diri Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Meski pohon ini berada di tengah gurun pasir yang sangat panas, pohon Sahabi tetap berdiri kokoh dengan dedaunan lebat berwarna hijau. Hal ini adalah bentuk keberkahan Nabi Muhammad dan masih kokoh hingga saat ini.
Pohon yang terletak di wilayah Safawi Provinsi Zarqa inilah yang diyakini sebagai saksi pertemuan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Pendeta Buhaira. Pohon ini disebut 'The Only Living Sahabi' yang berarti sahabat nabi yang masih hidup hingga saat ini.
Sumber | : | detik.com, lazsidogiri.org, republika.co.id |
Penulis | : | - |